Cerita Horror
‹ › Beranda
Lihat versi web
Jumat , 17 Mei 2013
Pendakian Gunung Lawu Thn
2000
Waktu itu, angkatan senior saya (sebut saja
namanya Mahmud) mempersiapkan pendakian.
Lantaran tujuannya semi refreshing menjelang
UAS, mereka memilih gunung yang relatif
gampang. Untuk itulah, gunung Lawu menjadi
tujuan. Sebagai informasi, gunung di perbatasan
Jateng-Jatim itu menjadi ajang latihan sebuah
korps pasukan elit kebanggaan bangsa ini.
Wajar saja kalau jalurnya relatif damai &
bersahabat karena setiap tahun selalu
diperbarui. Beda dengan Ciremai di Jawa Barat,
Slamet di Jawa Tengah, atau Semeru di Jawa
Timur. Di ketiga gunung itu, pendaki biasanya
mengikuti jalur air karena itulah jalur yang
tersedia secara alami. Jalur lain biasanya harus
membuka sendiri atau mengikuti bekas jalur dari
kelompok lain.
‹ › Beranda
Lihat versi web
Jumat , 17 Mei 2013
Pendakian Gunung Lawu Thn
2000
Waktu itu, angkatan senior saya (sebut saja
namanya Mahmud) mempersiapkan pendakian.
Lantaran tujuannya semi refreshing menjelang
UAS, mereka memilih gunung yang relatif
gampang. Untuk itulah, gunung Lawu menjadi
tujuan. Sebagai informasi, gunung di perbatasan
Jateng-Jatim itu menjadi ajang latihan sebuah
korps pasukan elit kebanggaan bangsa ini.
Wajar saja kalau jalurnya relatif damai &
bersahabat karena setiap tahun selalu
diperbarui. Beda dengan Ciremai di Jawa Barat,
Slamet di Jawa Tengah, atau Semeru di Jawa
Timur. Di ketiga gunung itu, pendaki biasanya
mengikuti jalur air karena itulah jalur yang
tersedia secara alami. Jalur lain biasanya harus
membuka sendiri atau mengikuti bekas jalur dari
kelompok lain.
Mahmud dan rekan-rekan semuanya berlima.
Biasanya jumlah rombongan naik gunung selalu
genap, karena ada semacam pantangan untuk
jumlah anggota ganjil. Katanya nanti jumlah
rombongan akan digenapi oleh makhluk astral.
Tapi saat itu mereka cuek karena memang tidak
berniat buruk. Lagipula, gunung adalah ciptaan-
Nya yang selalu tersedia untuk dikagumi.
Kenapa harus pusing dengan segala macam
pantangan? Begitu mereka berpikir. Mereka
memang datang dari keluarga dengan latar
religi yang cukup kokoh. Mahmud menempuh
pendidikan pesantren saat usia SD, sementara
Leki — teman sekosan Mahmud yang juga ikut
saat itu — adalah anak seorang pemuka agama
di Kabupaten paling selatan di DIY.
Sementara ketiga personil lain mahasiswa
biasa. Tarso adalah teman seangkatan Mahmud
beda jurusan yang lebih sering nongkrong di
sekre sampai malam sambil membunyikan gitar
dan menenggak minuman dari botol bergambar
pria bertopi. Mahmud jarang mengikuti kegiatan
lapangan meski juga anggota. Capung anggota
mapala dari divisi panjat. Ia lebih sering
mengakrabi dinding dan tebing ketimbang
pendakian yang menghabiskan waktu minimal 2
hari. Personil terakhir, Anto, seorang mahasiswa
galau yang selalu asyik menembak cewek tanpa
pernah diterima. Ia sedivisi dengan Capung.
Mereka berangkat dari kota pelajar sabtu siang.
Masa itu perkuliahan masih senin-sabtu, tidak
seperti sekarang yang hanya 5 hari. Tujuannnya
adalah base camp Cemara Kandang, yang
letaknya kira-kira 5 km di atas obyekwisata
Tawangmangu. Setiba di basecamp menjelang
magrib, kondisinya terbilang sepi. Hanya ada 1
rombongan lain dari Jatim yang juga akan
mendaki. Lantaran saat itu kebetulan sedang
bulan puasa, Mahmud dkk memutuskan
berangkat setelah berbuka. Sementara untuk
tarawih dan makan besar akan dilakukan di pos
2, yang biasanya tersedia air. Maklum, mendaki
dengan perut terisi penuh setelah berbuka
sangat tidak dianjurkan dari segi kesehatan.
Bisa-bisa terjadi kram karena tenaga terbagi-
bagi antara sistem pencernaan dengan sistem
gerak.
Mereka berbuka dengan roti dan minuman
hangat, lalu segera beranjak dari basecamp
sebelum waktu isya. Perjalanan cukup lancar.
Sejam berlalu, sampailah mereka di pos 2 alias
pos air terjun/pos kawah. Lawu memang tidak
memiliki kawah di puncak, melainkan di
lerengnya. Di sana mereka membuka nasi
bungkus yang dibeli dari warung di dekat
basecamp. Usai makan, Leki mengajak
menunaikan shalat isya sekaligus tarawih.
Shalatlah mereka berlima dengan outfit lengkap
(sepatu, slayer di leher, jaket) Gunanya jelas
menahan dingin. Jangan heran, saat kemarau
suhu lereng gunung bisa lebih dingin ketimbang
penghujan karena angin kemarau lebih kencang.
Shalat isya dipimpin Mahmud dan ia akhiri
dengan salam, seperti biasa. Saat itu tidak ada
keanehan. Berikutnya 4 rakaat pertama tarawih
dipimpin oleh Leki. Saat ia mengucap salam,
tiba-tiba terdengar suara bergemuruh ikut
mengucap salam di belakang shaf makmum.
Suaranya seperti sangat banyak, sampai
seramai jamaah shalat ied. Leki segera berbalik
dan menghadap teman-temannya. Namun yang
ia lihat ya hanya para personil pendakian. Di
belakang mereka tidak ada siapa pun, hanya
gelapnya hutan tanpa cahaya. Tarso, Capung,
dan Anto, saling berpandangan dengan gemetar.
Mereka bertiga memang bukan divisi gunung
hutan, jarang menghadapi kondisi alam secara
langsung. Baru kali itu mereka mengalaminya,
biasanya hanya mendengar dari cerita-cerita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar